PENDEKATAN EKSPRESIF (ANALISIS PUISI "HANYA SATU" KARYA AMIR HAMZAH)

PENDEKATAN EKSPRESIF (ANALISIS PUISI "HANYA SATU" KARYA AMIR HAMZAH)

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendekatan ekspresif ini tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya itu diciptakan tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Wilayah studi pendekatan ini adalah diri pengarang, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil karyanya. Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk menggali ciiri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, feminisme, dan sebagainya dalam karya baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam kerangka periodisasi.
Pendekatan ekspresif ini menempatkan karya sastra sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi pikiran dan perasaan pengarang. Pengarang sendiri menjadi pokok yang melahirkan produksi persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan yang dikombinasikan. Praktik analisis dengan pendekatan ini mengarah pada penelusuran kesejatian visi pribadi pengarang yang dalam paham struktur genetik disebut pandangan dunia. Seringkali pendekatan ini mencari fakta-fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang secara sadar atau tidak telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut.
Dengan demikian secara konseptual dan metodologis dapat diketahui bahwa pendekatan ekspresif menempatkan karya sastra sebagai: (1) Wujud ekspresi pengarang, (2) Produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya, (3) Produk pandangan dunia pengarang. Secara metodis, langkah kerja yang dapat dilakukan melalui pendekatan ini adalah: (1) Memberikan sejumalah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang hadir secara langsung atau tidak di dalam karyanya. (2) Memetakan sejumlah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang ditemukan dalam karyanya ke dalam beberapa kategori faktual teks berupa watak, pengalaman, dan ideologi pengarang.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat dirumuskan, yakni “Bagaimanakah bentuk analisis puisi “Hanya Satu” karya Amir Hamzah dengan menggunakan pendekatan ekspresif pada suatu karya sastra?”
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah “Untuk mengetahui bentuk analisis puisi “Hanya Satu” karya Amir Hamzah dengan menggunakan pendekatan ekspresif pada suatu karya sastra.”
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
- Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para mahasiswa dalam melaksanakan pengajaran penelitian sastra
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah baru bagi penelitian pengajaran sastra, khususnya dalam pendekataan ekspresif dalam pengkajian puisi
2.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru bahasa dan sastra Indonesia. Dalam hal ini pembelajaran penelitian satra yaitu dalam bidang sastra adalah puisi dengan menggunakan pendekatan ekspresif. Selain itu juga, penelitian ini dapat menambah daya berpikir mahasiswa lainnya tentang pendekatan ekspresif.

LANDASAN TEORI

2.1 Pendekatan Ekspresif
Menurut Ratna (2012: 68) pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan biografi dalam hal fungsi dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek kreator. Apabila wilayah studi biografis terbatas hanya pada diri penyair dengan kualitas pikiran dan perasaannya, maka  wilayah studi ekspresif adalah diri penyair, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil ciptaannya.
Pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta. Untuk menjelaskan hubungan antara pengarang, semesta, pembaca, dan karya sastra.
Menurut Wiyatmi (2006: 82) pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang memandang dan mengkaji karya sastra serta memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan melalui curahan perasaan atau luapan perasaan serta pikiran sastrawan (produk imajinasi sastrawan) yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran (perasaan-perasaannya).
Berpijak dari pendapat di atas, keterkaitan pendekatan ekspresif dalam analsis sebuah puisi yang  berdasarkan ungkpan dari diri penyair, pikiran (perasaan), dan hasil karyanya termuat dalam bentuk puisi yakni.
2.2 Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama, dan sebagainya. Bunyi disamping hiasan dalam puisi mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya (Pradopo, 2009: 22).
Aminuddin, (2013: 137) membagi unsur bunyi di antaranya rima, irama dan ragam bunyi.
a. Rima merupakan bunyi yang berselang/berulang, baik di dalam larik puisi maupun  pada akhir larik-larik puisi, rima terdiri dari (1) asonansi atau runtun vokal; (2) aliterasi atau runtun konsonan; (3) rima akhir; (4) rima dalam; (5) rima rupa; (6) rima identik; dan (7) rima sempurna.
b. Irama merupakan paduan bunyi yang mengandung unsur musikalitas, baik berupa alunan keras-lunak, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana serta nuansa makna tertentu.
c. Ragam bunyi meliputi bunyi  euphony, bunyi cacophony dan anomathope.
Euphony, yakni berupa bunyi-bunyi vokal.
Cacophony, yakni berupa bunyi-bunyi konsonan yang terletak pada akhir kata.
Anomathope, yakni berupa bunyi-bunyi binatang.
2.3 Gaya bahasa
Gaya bahasa merupakan cara untuk menyampaikan pikiran atau perasaan yang dapat menimbulkan gaya bahasa. Menurut Slametmuljana (dalam Pradopo, 2009: 93) gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, memunculkan suatu perasaan tertentu dari pembaca.
Istilah gaya dalam karya sastra menurut Aminuddin (2013: 72) merupakan cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan makna bahasa yang indah dan harmonis  serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Di dalam gaya bahasa itu sendiri membicarakan tentang: (1)  masalah media berupa kata dan kalimat, (2) masalaah gaya itu sendiri,  baik dengan hubungan makna  dan nuansa maupun keindahannya, serta (3) seluk-beluk ekspresi pengarangnya sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan maupun konteks sosial-masyarakat yang melatarbelakanginya.

2.4 Retoris (Retorika)
Sarana retoris merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran (Altenbernad, 1970). Dengan muslihat itu para penyair menarik perhatian dan pikiran hingga pembaca berkontemplasi atas apa yang dikemukakan penyair. Pada umumnya sarana retorika ini menimbulkan ketegangan puitis karena pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksudkan oleh penyairnya (lihat Pradopo, 2009: 94).
Adapun jenis retoris yang biasa digunakan dalam mengeksprisikan suatu karya sastra, diantaranya:
1) Tautologi ialah sarana retorika yang menyatakan hal atau keadaan dua kali; maksudnya adalah supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar.
2) Pleonasme (keterangan berulang) ialah sarana retorika yang sepintas lalu seperti tautology, tetapi kata yang kedua sebenarnya telah tersimpul dalam kata yang pertama. Seperti pada ungkapan “naik meninggi”, turun melembah jauh ke bawah”.
3) Enumerasi ialah sarana retorika yang berupa pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian dengan tujuan  agar hal atau keadaan itu lebih jelas dan nyata bagi pembaca atau pendengar.
4) Paralelisme (persejajaran) ialah mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya  serupa. Kalimat yang berikut hanya dalam satu atau dua kata berlainan dari kalimat yang mendahuluinya.
5) Retorik retisense ialah sarana yang menggunakan titik banyak untuk mengganti perasaan yang terungkap seperti halnya puisi romantik.
2.5 Kiasan
Kiasan pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Dalam http://wikipedia.org/wiki/kiasan dijelaskan bahwa kiasan adalah kata-kata yang berbunga-bunga, bukan dalam arti kata yang sebenarnya. Kata kiasan dipakai untuk memberi rasa keindahan dan penekanan pada pentingnya hal yang disampaikan”. Menurut Pradopo (2009: 61) adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini menjelaskan  atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup.
Menurut Altenbernd (lihat Pradopo, 2009: 62) bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun meskipun  bermacam-macam, mempunyai suatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan susuatu yang lain. Adapun jenis bahasa kiasan  tersebut:
1) Perbandingan (semile) merupakan bahasa kiasan yang menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti. Bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, dan lain-lain.
2) Metafora merupakan bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti: bagai, laksana, seperti dan sebagainya. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal lain, yang sesungguhnya tidak sama, Becker dan Altenbernd (lihat Pradopo, 2009:66)
3) Perumpamaan Epos (epic semile) ialah perumpamaan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu bentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang  berturut-turut (Pradopo, 2009: 69).
4) Allegori, ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Seperti pada ungkapan“kehidupan lama yang beku, tidak mengalir”(Pradopo, 2009:71)
5) Personifikasi, ialah kisan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat menjadi dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo, 2009:75)
6) Metonimia, ialah kiasan pengganti nama. Kiasan bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang  sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Altenbernd (lihat Pradopo, 2009: 77)
7) Sinekdoki, ialah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri.

HASIL ANALISIS
3.1 Analisis Puisi “Hanya Satu” karya Amir Hamzah
Judul puisi yang dipilih untuk diapresiasikan dengan menggunakan pendekatan ekspresif adalah “HANYA SATU ” karya Amir Hamzah.
HANYA SATU
Timbul niat dalam kalbumu. (asonansi, tautologi)
Terbang hujan, ungkai badai (asonansi, citra gerak, aliterasi)
Terendam karam (aliterasi)
Runtuh ripuk tamanmu rampak (Sinekdok, asonansi, aliterasi)

Manusia kecil lintang pukang (diksi, sengau)
Lari terbang jatuh duduk (metafora, citra gerak)
Air naik tetap terus (asonansi, citra grak)
Tumbang bungkar pokok purba (asonansi /u/ sinekdok, sengau)

Terika riuh redam terbelam (aliterasi /m/, )
Dalam gagap gempita guruh (cachophony /g/)
Kilau kilat membelah gelap (asonansi /e/ dan /i/ )
Lidah api menjulang tinggi (personifikasi,  asonansi /i/)

Terapung naik Jung bertudung ( euponi /ng/, pleonasme)
Tempat berteduh nuh kekasihmu (allegori, asonansi)
Bebas lepas lelang lapang (asonansi, euponi, pleonasme)
Di tengah gelisah, swara sentosa (aliterasi, asonansi)

Bersemayam sempana di jemala gembala (asonansi, diksi)
Juriat julita bapaku iberahim (rima rupa /at dan ta)
Keturunan intan dua cahaya (aliterasi /n/, metafora)
Pancaran putera berlainan bunda (asonansi)

Kini kami bertikai pangkai (asonansi, tautologi)
Di antara dua, mana mutiara (asonansi, Enumerasi )
Jauhari ahli lalai menilai (asonansi, sengau, allegori)
Lengah langsung melewat abad (asonansi, sengau, tautologi )

Aduh kekasihku (retorik retisense)
padaku semua tiada berguna (ritesense, asonansi)
Hanya satu kutunggu hasrat (enumerasi,)
Merasa dikau dekat rapat (asonansi, enumerasi)
Serupa musa di puncak tursina (perbandingan (semile), asonansi)
3.2 Pembahasan
Hasil analisis puisi “Hanya Satu” karya karya Amir Hamzah memiliki keindahan dari segi bunyi, irama, diksi, majas, gaya bahasa, dan citraan. Sedangkan dari segi tipografinya biasa saja. Dari bunyi-bunyi yang ditemukan dalam puisi di atas menimbulkan bunyi-bunyi yang merdu dan berirama (Euphony dan cacophony). Bunyi yang merdu itu membentuk suasana yang diwarnai kasih sayang.
 Sajak di atas menggunakan kosa kata yang biasa dalam pemakaian sehari-hari meskipun terkadang kata-kata tersebut terasa asing karena pengarang bertujuan untuk menciptakan suatu keindahan akan tetapi kata-kata tersebut merupakan perbendaharaan dasar hingga menjadi abadi dalam arti dapat dipahami sepanjang masa, tidak hilang atau menjadi kabur maknanya. Kata-kata seperti lintang pukang: Terika riuh, jemala Juriat, Jauhari, ripuk, rampak, dan tursina (sebuah bukit yang berada pada dataran mesir).
Majas yang digunakan dalam puisi ini berupa majas metafora perbandingan (semile), allegori, dan personifikasi. Metafora: terdapat pada bait  ke 2 baris ke 2, bait ke 4 baris ke 3. Perbandingan yang mengiaskan pada bait bait ke 7 baris ke 5. Alegori pada bait ke 4 baris ke 2, bait ke 6 baris ke 3. Personifikasi pada bait ke 3 baris ke 4.
Sarana-sarana retorika yang dikombinasikan utuk memperkuat efek dalam sajak ini pada umumnya  untuk mempertegas. Di samping membuat lirik karena iramanya yang mengalun oleh ulangan-ulangan bunyi yang teratur. Dipergunakan tautologi, aliterasi, pleonasme, paralelisme, dan enumerasi (penjumlahan yang saling dikombinasikan).
Citra gerak terdapat pada bait kesatu, bait kedua, seperti pada ungkapan “Terbang hujan, ungkai badai”; “Lari terbang jatuh duduk” “Air naik tetap terus”. Kata terbang menujukan suatu tindakan dalam suatu pergerakan tubuh atau benda yang bergerak melayang, serta pada lari terbang kata lari terbang menunjukkan esesnsi pergerakan dengan berlari dan terbang, begitu juga dengan kata air naik, kata ini menunjukan suatu aktifitas pergerakan dari bawah ke atas, ini menunjukan suatu pergerakan.

PENUTUP
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pendekatan ekspresif pada puisi “Hanya Satu” karya Amir Hamzah. Dalam analisisnya terdapat penggunaan unsur bunyi-bunyi yang menciptakan suatu keindahan. Di mana pada puisi ini terdapat penggunaan bunyi oleh pencitraan seorang pengarang berupa bunyi eufoni/ rima asonansi, rima rupa, dan  aliterasi/cacophony/ sengau. Selanjutnya pada puisi “Hanya Satu” karya Amir Hamzah tidak lepas dari gaya bahasa dan kiasan kata yang diciptakan oleh pengarang dalam puisi tersebut. Di mana puisi tersebut mengguanaknan majas perbandingan (semile), personifikasi, metafora, dan aligori. Selanjutnya dari segi retorika yang digunakan pengarang dalam menciptakan nuansa keindahan puisinya terutama pada puisi “Hanya Satu” retorika yang digunakan yakni, tautologi, pleonasme, aliterasi, paralelisme, dan enumerasi. Serta terdapat pula penggunaan pencitraan dalam puisi “Hanya Satu” berupa pencitraan gerak yang dapat mendukung nuansa keindahan puisi tersebut.
4.2. Saran
Dari beberapa penjelasan dan isi makalah sederhana ini yang membahas tentang pendekatan ekspresif pada puisi “Hanya Satu”  karya Amir Hamzah tidak terlepas dari rangkaian kalimat dan ejaan penulisnya. Kami menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diiharapkan oleh pembaca dan pada khususnya dosen pengampu mata kuiah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kepada para pembaca atau mahasiswa serta dosen pengampu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam terselesainya makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: UGM Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Comments

  1. Maaf penerapan pendekatan karya ekspresif pada artikel ini kurang tepat.

    Yuk simak Referensi lain

    Tweetilmu - Pendekatan Ekspresif

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SEJARAH MUNCULNYA FILSAFAT

TEORI DEKONSTRUKSI (JACQUES DERRIDA)